Selamat Datang

Di Pusat Laman Media

Pondok Pesantren Al-Qur'an Al- Amin Paburan

Purwokerto Utara - Banyumas

Jawa Tengah

Kamis, 01 April 2021

Eps 1 : Matahari Untuk Ibu

Oleh : Nur Fitria Aziz

Pict by Pinterest

Semburat fajar menyilaukan mata, menembus kaca jendela kamar Zen karena sang ibu sudah membukanya sejak pukul 05:00 tadi pagi. Kebiasaan Zen tidur setelah melaksanakan salat subuh sudah sangat dihafal oleh ibunya, sembari berusaha membuka mata Zen mencoba bangkit dari tempat tidur. Waktu sudah menunjukkan pukul 06:40, setelah merapikan tempat tidur Zen berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu dan bersiap melaksanakan salat dhuha.

Sebenarnya Zen bukan pemalas, tetapi kebiasaannya tidur setelah subuh lah yang disayangkan. Meski begitu, ibunya tidak selalu menegurnya, bukan karena memanjakan Zen, tetapi ibunya tau bahwa Zen sering begadang. Duduk diatas sajadah dengan memutar tasbih dan diiringi kalimah-kalimah toyyibah adalah kegiatan Zen ketika keheningan malam tiba, hal ini menjadi kebiasaan karena dulu saat di pesantren hal tersebut menjadi agenda rutinan setelah jamaah salat Maghrib.

“Zen, cobalah untuk mengurangi kebiasaan mu tidur setelah salat subuh. Percuma dong nanti kalo kamu terjaga saat malam tapi kebiasaan buruk mu itu juga kamu lestarikan, kamu ini santri nduk, pasti kamu tau to bagaimana akibatnya tidur setelah salat subuh”.

Pagi ini sarapan Zen bukan hanya nasi dan lauk, namun tambahan bumbu nasihat dari orang terkasih turut mengiringi masuknya makanan ke mulut Zen. 

“iya ibu Zen tau kok, tapi entah kenapa ya Bu, setiap Zen bertekad untuk tidak tidur setelah salat subuh selalu aja ada yang membuat mata Zen berat, jadinya Zen ingin tidur lagi deh hehehe”. Cengiran Zen yang menampakkan dua gigi kelincinya membuat ibu tertawa karena ada secuil kulit cabai menempel di gigi Zen.

“iya Zen ibu paham, tapi tolong ya Zen, tolooong sekali, itu kulit cabainya diilangin dulu”. Masih dengan tawanya sang ibu berjalan ke dapur untuk membereskan piring. 

“ih ibu bilang dong dari tadi, untung kulit cabai yang nyangkut, bukan biji cabai berjajar di gigi xixixi”. “kamu ini bisa aja Zen, selalu saja ada hal yang dibuat lelucon, seperti ayahmu yang paling gak bisa diajak serius”.

Zen kembali teringat ayahnya yang sangat humoris itu, tapi sayangnya Zen hanya bisa mengingat tanpa bisa menatap. Karena sang ayah sudah berada ditempat terindah disisi Allah.

Zen yakin ayahnya sedang ikut tersenyum juga melihat Zen yang semakin beranjak remaja, tapi Zen tak ingin berlarut dalam kesedihan, jadi Zen bertekad untuk membahagiakan orang yang sangat dia cinta yaitu ibunya.

“Masa si Bu ayah gak bisa diajak serius?” tanya Zen pada ibunya, 

“iya nduk, ayah kamu itu kalo ngomong pasti ujungnya adaa aja leluconnya”. “kayanya ayah bisa kok Bu diajak serius, buktinya lahir aku yang cantik, imut dan manis ini hahaha”. Zen kembali memecah tawa sang ibu 

“aduh Zen kamu ini bisa aja, terimakasih ya nak sudah menjadi matahari dalam hidup ibu” pelukan hangat ibu pada Zen membuat Zen semakin berani untuk mewujudkan impiannya membahagiakan sang ibu.

“sama-sama Bu, terimakasih juga karena telah melahirkan ku dan menjadikan ku matahari dalam hidup ibu”.

Suasana pagi yang selalu sama, penuh canda tawa, Zen berharap bukan hanya waktu pagi yang seperti ini, tapi juga siang hingga malam yang menenggelamkan matahari dan memunculkan bulan. 

Zenia Nisa Firdaus Umaiza, gadis cantik blasteran Bandung Tulungagung ini lahir pada 22 Oktober 2004 di kota asal ayahnya yaitu Bandung. Zen adalah anak bungsu, kakaknya yang pertama adalah seorang laki-laki namanya Ahmad Fauzan Firdaus dan kakaknya yang kedua perempuan, namanya Farhana Naya Firdaus. Menjadi anak bungsu tidak membuat Zen harus bermanja pada kakak-kakaknya, tapi justru menjadikannya mandiri dan dewasa. 

Kakaknya yang pertama sudah berkeluarga dan tidak lagi serumah dengan Zen, mas Ozan, begitu panggilan akrabnya di keluarga. Mas Ozan sudah memiliki rumah sendiri dan tinggal bersama istri serta satu orang anak laki-laki yang sangat lucu dan menggemaskan karena umurnya baru satu tahun, sedangkan Mba Naya masih melanjutkan studi S2 di Makassar, berkat ketekunan dan kecerdasan nya, mba Naya mendapatkan beasiswa untuk terus belajar dan mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru. Terakhir yaitu Zen, perjuangannya akan kembali dimulai setelah Zen menyelesaikan 3 tahun penuh cerita di pesantren yang letaknya tak jauh dari rumah.

Selepas jamaah isya ibu dan Zen bersiap untuk makan malam, menu malam ini adalah tempe goreng, sambal ijo, dan sayur sop. Sederhana namun mampu membuat Zen dan ibunya selalu bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan, tidak ada obrolan yang tercipta antara Zen dan ibunya, hanya terdengar suara denting sendok yang beradu dengan piring hingga makan malam selesai. 

"zen bantu ibu membereskan piring ya setelah kamu selesai makan”, titah ibu pada Zen yang masih belum selesai menghabiskan sisa makanan di piring nya.

“iya Bu sebentar lagi ya, ini tinggal dikit lagi kok”.

Seperti yang telah diajarkan oleh sang ibu, setelah selesai makan Zen tidak lupa untuk membalik posisi sendok, kemudian Zen berjalan menuju dapur. 

“nduk, apa kamu sudah ada rencana mau melanjutkan pendidikan mu dimana setelah SMP?” tanya ibu pada Zen ditengah aktivitas mereka membereskan piring, 

Alhamdulillah udah Bu, dan semoga ibu juga setuju ya hehe”. Cengiran khas Zen dengan menampakkan gigi kelinci nya. 

"memangmya mau dimana nduk?”. “di Jogja Bu, Zen pengen sekolah di Jogja, tenang aja Bu, Zen masih mondok kok, boleh kan Bu?” tatapan sendu sang ibu membuat Zen takut melanjutkan keinginannya sekolah di Jogja, namun setelah itu ibu tersenyum tulus, tanda persetujuannya melepas putri bungsunya jauh dari rumah demi melanjutkan perjuangannya meraih cita-cita.

Ibu kemudian berhenti sejenak dari aktivitas nya kemudian menatap putri cantiknya itu, 

“iya nduk ibu izinkan, ibu merestui mu untuk sekolah di Jogja, tapi ingat, saat kamu jauh dari rumah kamu tidak boleh lupa dengan kewajiban mu sebagai seorang anak dan tentunya kamu tidak boleh berhenti belajar karena banyak hal dalam kehidupan yang harus kamu pahami” pesan ibu pada Zen yang menjadi bekal bagi Zen nantinya. 

“siap ibuuu, terimakasih ya Bu, aku akan selalu ingat pesan ibu” Zen memeluk ibunya dengan erat, seolah Zen akan berangkat dalam waktu dekat.




bersambung....

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna Veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat.

0 comments:

Posting Komentar

Contact Me

Cari Blog Ini

Link list

Mengenal Tokoh Ulama

Mengenal Sosok Mbah Kiai Abuya Dimyati

Alangkah ruginya kita apalagi kalangan kaum santri apabila tidak mengenal ulama ini. Ulama yang terkenal memiliki kharismatik dan namanya...

Pengikut

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Halaman

Adress/Street

Jalan H.R Boenyamin Gg Gunung Sumbing No 13. A Pabuaran Purwokerto Utara

Phone number

********

Website

www.alaminkominfo.blogspot.com