Selamat Datang

Di Pusat Laman Media

Pondok Pesantren Al-Qur'an Al- Amin Paburan

Purwokerto Utara - Banyumas

Jawa Tengah

Kamis, 08 Juli 2021

Eps 2 : Matahari untuk Ibu

Episode 2

Pict by Pinterest

Bukan awal yang mudah bagi Zen, Pandemi covid-19 mengharuskan semua kegiatan yang dilaksanakan secara tatap muka menjadi serba online. Sebenarnya bukan hanya Zen, hampir seluruh masyarakat Indonesia bahkan dunia juga mengalami hal yang sama. Memakai masker ketika keluar rumah seolah menjadi trend fashion pada masa sekarang ini, sering mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir juga kebiasaan baru dimasa Pandemi covid-19. Menjaga jarak sekarang tak hanya berlaku bagi sepasang kekasih yang jarang bertemu, tapi semua orang juga harus terbiasa dengan ber jarak. 

Sesuai dengan harapan Zen, Jogja menjadi tempat selanjutnya bagi Zen untuk berjuang lebih keras demi mewujudkan segala cita dan asa yang tanpa batas. 

“Halo, assalamualaikum Bu, gimana kabar ibu?”, tanya Zen dengan nada ceria seperti  biasa 

“Waalaikumussalam nduk, Alhamdulillah ibu sehat, Zen gimana kabarnya?” jawaban dari ibu yang begitu melegakan hati Zen. 

”Syukurlah, Zen Alhamdulillah sehat Bu, oh iya Bu, Zen Minggu depan UTS, Zen udah betah kok bu, jadi ibu ndak perlu khawatir, Zen juga udah punya banyak temen lo Bu disini, temen-temen Zen lucu-lucu Bu, mereka berasal dari berbagai daerah, jadinya bahasanya unik-unik, eh maaf ya Bu  Zen khilap, Zen susah berhenti kalo udah ngomong hehe”. Celoteh Zen memang sudah sangat dihafal oleh ibunya, meski begitu Zen selalu mengatakan maaf kepada sang ibu karena mulutnya susah berhenti ketika sudah bercerita. 

“Iya nduk Alhamdulillah kalau begitu, ibu jadi tenang kalau kamu betah dan baik-baik saja disitu, pesan ibu, jangan lupa kalau sama temen harus saling berbagi, akur, dan tau mana yang harus kamu ikuti mana yang tidak". Layaknya wejangan dari ibu untuk anaknya, begitulah ibu Faizatul Fauziah orang yang melahirkan Zen dan memberikan cinta kasih, bahkan dalam setiap hembusan nafas Zen diiringi doa yang tanpa mengharap balasan.

"Iya ibuu, Zen putrimu yang sholilah dan manis ini pasti akan sendiko dawuh pada permaisuri raja Firdaus xixixi”. Muhammad Aly Firdaus, seseorang yang menjadi salah satu alasan Zen selalu kuat berdiri, menatap lebih jauh, berani untuk terus berjalan di atas jalanan berbatu dan berliku, senyum ceria yang tidak pernah Hilang mengukir wajahnya meski mungkin suatu hari nanti akan ada yang mematahkan semangatnya di tengah perjuangan. 

Ya, dia adalah ayah sekaligus panutan bagi Zen, meski ayahnya tak lagi di samping Zen, tapi Zen yakin sang ayah selalu hadir dalam setiap kebahagiaan Zen bahkan kesedihan Zen dan ayah pasti tak pernah lupa mendoakan segala harapan Zen yang Zen terbangkan ke langit. 

“ Zen.... mulai to ngelawaknya, emang yaa putri ibuk yang satu ini nih yang selalu bikin seisi rumah yang awalnya sepi jadi rame”, “Yo jelas to Bu, kan Zen kaya om Sule yang tanpa ngelawak udah lucu xixixi”,

“Halah jaann, iya nduk iya” tawa ringan ibu karena tingkah Zen yang selalu bisa membuat ibu rindu 

“Yo sudah nek gitu udah dulu ya, ibu mau berangkat yasinan rutinan, baik-baik ya nduk, wassalamu’alaikum”.

“siap buu waalaikumussalam”. Obrolan pengobat rindu pun bersambung. 


Di pesantren, Zen memang tidak diperbolehkan membawa HP, jadi setiap Zen ingin mendengar suara lembut ibunya, Zen akan meminjam hp pada pengurus pondok, yaa sekali dalam sebulan setidaknya sudah cukup untuk mengurangi rindu yang menumpuk. 

“Mba Sari ini HP nya, maaf yaa Mba agak lama, biasa laa banyak yang perlu direncanakan untuk masa depan hehe, Terimakasiiiiihhhh Mba Sari cantiiiikkkk”, seperti biasa diakhiri dengan cengiran yang menampilkan gigi kelinci Zen. 

“Iyaa Zen cantik manis dan imut sama-sama, Mba mah paham Zen kalo udah ngomong emang susah direm” Mba Sari ikut senyum karena Zen selalu nyengir dengan khasnya saat berbicara.

”Aseeeekkkk, Mba Sari bisa aja, Zen jadi terbang nih xixixi”. 

“ya sudah sana balik ke kamar lagi, jangan lupa sama pesan- pesan ibukmu”.

“siap Mba Sariii, sekali lagi terimakasih ya Mbaa, Zen ke kamar dulu, assalamualaikum”. 

“Iyaa Zen sama-sama lagii, waalaikumussalam”.

Bukan hal yang sulit bagi Zen untuk beradaptasi dengan lingkungan dan banyak teman, karena sebelumnya Zen sudah pernah nyantri, Zen yang selalu ceria membuat orang-orang di sekitarnya ikut terbawa, sehingga lebih mudah bagi Zen untuk bergaul dengan teman-teman baru dan dikenal Mba-mba pengurus. Jauh dari sang ibu bukan suatu masalah, karena jauhnya adalah mengumpulkan pengetahuan dan menemukan banyak pengalaman, ini tidak akan berakhir menyakitkan. Akan menyakitkan jika Zen terus berada di samping sang ibu namun jika ditanya apa yang nanti  akan Zen persembahkan untuk ibu? Zen hanya mampu terdiam, ini bukan hanya menyakitkan tapi juga menjatuhkan harapan ibu pada Zen. 

Maka dari itu, di pesantren kecil yang bernama Al-Hikmah di bawah asuhan Romo Kyai Ahmad Faqih dan Ibu Nyai Fatimah Hasan inilah Zen berjuang dengan segenap bekal cinta dan kasih tulus sang ibu, serta untaian doa yang mengalir dalam setiap hembusan nafas untuk bisa mewujudkan asa dan harapan yang Zen tulis dalam buku impian, dimana mimpi terakhirnya adalah bisa memakaikan mahkota untuk ayah dan ibu di surga. 

“ Zen, gimana kabar ibukmu?”, 

“Alhamdulillah baik Nay, tapi sayang ngobrolnya Ndak bisa lama, wong ibuk mau berangkat yasinan rutinan”. 

“Halah Zen, masih untung kamu bisa ngobrol, nek lama nanti bisa-bisa habis pulsanya Mba Sari”.

“hahaha bener juga kamu Nay, lagian aku kan cuma numpang yak, gak tau diri dong nek pulsanya sampe habis”. 

“naaahh itu kamu tau, eh Zen nanti malam kira-kira setoran sama Ibu Nyai atau sama Mba-mba pengurus ya?”, 

“hmmm kayanya si sama Mba-mba Nay, soalnya tadi pas aku pulang dari kamar Mba Sari, aku lihat Ibu tindakan sama Abah”, 

“ooo gitu to, yo sudah nek gitu aku mau mandi dulu ya udah sore, kamu ndak mandi Zen?”. 

“Yo mandi to, udah tercium aroma tak sedap ini hehe, aku ngantri kamu yo Nay sekalian”.

“dih cah wedok kok mambu kecut” ledek Naya pada Zen, “eeehh jangan salah, gini-gini juga aku masih keliatan cantip to hahaha”.

“sak karepmu Zeeenn” Naya berlalu meninggalkan Zen yang masih bertahan dengan cengiran khas nya. 

Anaya Falda Salsabila, teman satu kamar Zen yang memang sudah sangat akrab dengan Zen, Naya panggilannya, dia adalah anak yang pendiam, sangat berbanding terbalik dengan Zen, karena sama-sama berasal dari Tulungagung, ngobrol menggunakan bahasa Jawa bukan hal yang sulit bagi Zen dan Naya. Sambil menunggu Naya selesai mandi, Zen murojaah hafalannya, lantunan ayat suci yang menyejukkan hati, membuat siapa saja yang mendengarnya seolah melihat bidadari, karena suara Zen yang lembut ketika beribu ayat Zen lantunkan. 

“Zen, sana mandi, ndek kamar mandi paling pojok yo”.

“eh wes rampung tah, okee siaapp”. Aktivitas murojaah Zen terhenti karena sekarang giliran Zen yang mandi, Zen bergegas ke kamar mandi yang Naya bilang karena Zen sudah tidak sabar menikmati guyuran air kamar mandi, yang menurut Zen dengan mandi akan mengembalikan mood Zen setelah penat seharian yang bukan cuma lelah badan tapi juga pikiran. Selesai mandi Zen berjalan menuju kamar dengan senyuman cerianya seperti biasa, tapi tak disangka sesuatu terjadi.

Bersambung.......

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna Veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat.

0 comments:

Posting Komentar

Contact Me

Cari Blog Ini

Link list

Mengenal Tokoh Ulama

Mengenal Sosok Mbah Kiai Abuya Dimyati

Alangkah ruginya kita apalagi kalangan kaum santri apabila tidak mengenal ulama ini. Ulama yang terkenal memiliki kharismatik dan namanya...

Pengikut

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Halaman

Adress/Street

Jalan H.R Boenyamin Gg Gunung Sumbing No 13. A Pabuaran Purwokerto Utara

Phone number

********

Website

www.alaminkominfo.blogspot.com