Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Rabi’ul Awal menjadi bulan yang selalu diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awal, Tahun Gajah (‘Aamil Fiil), tepatnya 53 tahun sebelum penanggalan Hijriyah dimulai atau bertepatan dengan tahun 570 Masehi. Tahun kelahiran Nabi disebut tahun Gajah karena bertepatan dengan peristiwa penyerangan Makkah oleh Gubernur dari kekaisaran Bizantium di Syiria bernama Abrahah yang mengendarai gajah. Peristiwa tersebut diabadikan oleh Al-quran dalam surat Al-fiil (gajah), yang intinya mengisahkan kegagalan penyerangan tersebut. Pasukan Raja Abrahah luluh-lantak oleh serangan burung ababil yang menghujani mereka dengan batu. Meski tidak disyariatkan secara khusus oleh Nabi, Maulid Nabi untuk mengenang hari kelahiran Muhammad SAW adalah bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Islam di seluruh dunia.
Di kampung, umat islam biasanya merayakan hari tersebut dengan sangat meriah, mulai pagi hari para ibu membuat masakan-masakan istimewa untuk dibawa ke langgar (masjid). Sorenya, mereka berkumpul membuat upacara Maulid dengan melantunkan shalawat dan puji-pujian kepada Nabi. Tak jarang mereka juga menyelenggarakan pengajian akbar dengan mengundang dai kondang dari kota. Sebelum pengajian akbar, mereka membuat pawai besar-besaran yang diikuti para pelajar madrasah dan orang tuanya. Kisah-kisah perjalanan Nabi menjadi inti utama ceramah para dai yang hadir pengajian akbar. Puncak acara perayaan dapat dilakukan dengan pembacaan kitab Al-Barzanji yang dibacakan secara bergilir oleh lantunan suara-suara indah mereka.
Tak banyak yang menelisik bahwa sesunggunya peringatan Maulid Nabi diciptakan sebagai bagian dari cara membangkitkan semangat kaum Muslim untuk melawan terhadap penyerangan besar-besaran yang dilakukan oleh tentara the Crusader dari daratan Eropa, waktu itu. Tahun 1099 M, ekspansi besar-besaran tentara the Crusader telah berhasil berhasil menguasai Yerusalem (Palestina) dan hal tersebut menjadikan umat Islam kehilangan semangat perjuangan. Secara politis umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan atapun kesultanan, dan mereka tak punya lagi semangat persaudaraan.
Muncullah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (memerintah dari tahun 1174-1193 M dengan pusat pemerintahan di Kairo, Mesir) tampil mempimpin perlawanan. Meskipun bukan keturunan Arab melainkan dari suku Kurdi, Sultan Salahuddin berhasil membangkitkan semangat juang umat Islam dengan cara membangun kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Caranya, Sultan Salahuddin menginstruksikan agar setiap tahun umat Islam di seluruh dunia merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW secara massal. Itulah awal mula tradisi peringatan Maulid Nabi. Musim haji tahun 579 H (1183 M) – waktu Makkah belum dikuasai oleh Dinasti Ibnu Saud seperti sekarang ini – Sultan Salahuddin menginstruksikan agar sekembalinya dari Makkah, para jamaah haji mensosialisasikan hari peringatan Maulid Nabi di daerahnya asalnya masing-masing melalui berbagai kegiatan yang meriah. Tujuannya jelas membangkitkan solidaritas dan semangat perlawanan (non-senjata) umat Islam.
Dalam rangka mendukung gerakan penyadaran tersebut, dipopulerkanlah sebuah buku prosa-syair berjudul ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar (untaian kalung permata untuk kelahiran Nabi ternama) atau lebih dikenal dengan kitab Maulid Al-Barzanji. Isinya sejarah kemuliaan kehidupan Rasullah Muhammad SAW. Kitab tersebut dikarang oleh seorang ulama kenamaan bernama Syaikh Ja`far bin Husain bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji. Saat ini kitab tersebut lebih populer dengan nama kitab Al-Barzanji, semenjak keturunan Syaikh Ja’far Al-Barzanji, yaitu Syaikh Mahmud Al-Barzanji memimpin pemberontakan terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak pada era 1920-an.
Kenyataannya, pembacaan kitab Al-Barzanji dalam peringatan-peringatan Maulid Nabi yang digalakkan oleh Sultan Salahuddin berhasil membangkitkan kesadaran umat Islam melawan tentara Crusader. Ini adalah bentuk kongkret model perlawanan tanpa senjata ummat Islam. Tercatat, tahun 1187M, Sultan Salahuddin berhasil menghimpun kembali kekuatan umat Islam. Simboliknya, Yerusalem direbut kembali dari kekuasaan Crusades. Masjidil Aqsa dikembalikan lagi fungsinya sebagai masjid.
Hingga saat ini, peringatan Maulid Nabi masih rutin digelar di seluruh daerah di Indonesia, khususnya di pondok pesantren. Diadakannya peringatan Maulid Nabi ini yang paling utama untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, selain itu agar tetap melestarikan budaya islam agar tidak punah termakan oleh munculnya model-model islam modern ataupun radikal lainnya yang melarang adanya peringatan Maulid Nabi ini.
0 comments:
Posting Komentar