Selamat Datang

Di Pusat Laman Media

Pondok Pesantren Al-Qur'an Al- Amin Paburan

Purwokerto Utara - Banyumas

Jawa Tengah

Minggu, 01 Maret 2020

Senyum Terindah dan Terakhir

Senyuman Terindah dan Terakhir

Karya Fatmawati


Gadis kecil berambut panjang dan bergelombang bernama Dianda. Dianda adalah anak terakhir dari dua bersaudara. Dani anak laki-laki pertama dan Dina anak perempuan kedua. Mereka hanya hidup dengan  ibunya, ayahnya telah meninggal ketika Dianda belum genap berumur 1 tahun. Hari itu saat pertama kalinya Dianda masuk sekolah Taman Kanak-Kanak. Pagi itu Dani membuka pintu dan meghirup udara segar diluar rumah, melihat burung-burung terbang dan berkicau riang.
“Kakak, apakah hari ini Dianda akan bersekolah?”
“Tentu saja, ade hari ini adalah hari pertama masuk sekolah jadi, ade harus bersiap-siap dan bersemangat untuk berangkat.”kata Dani.
Dianda pun berlari menuju ibu yang sedang sibuk didapur.
“Ibuu ... bantu Dianda untuk bersiap-siap.”
“Bersiap untuk apa sayang?”
“Kata kakak Dani hari ini Dianda pertama masuk sekolah.”
“Memang betul Dianda sayang, hari ini mulai sekolah. Bukankah Dianda dari tadi ibu  lihat sudah bersiap-siap, tinggal sarapan dan berangkat.”kata ibu sambil mengecup kening putri kecilnya.
“Tapi ... Dianda juga ingin memakai pakaian seperti kakak Dani dan Dina?”sambil memegang pakaian kecilnya.
“Dengar sayang, kakak itu sudah bersekolah tingkat tinggi berbeda dengan Dianda, Dianda masih sangat kecil, masih belum mengerti.”
“Benarkah ibu. Berati Dianda harus belajar dahulu agar nanti seperti kakak.”sambil tersenyum kepada ibunya.
“Benar sayang, ayo berangkat dan bawa bekal ini untuk makan siang nanti. Kakak Dani sudah menunggu didepan.”menuntun putri kecilnya kedepan halaman rumah.
Dina memperhatikan wajah ibunya yang pucat dan keluar darah dari hidungnya. Dina tidak tega melihat kondisi ibu yang semakin hari semakin memburuk. Dina begitu takut hal buruk akan menimpa kondisi ibu. Hari itu Dina mengantarkan ibu kerumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Dirumah sakit dokter mengatakan kondisi ibu semakin memburuk. Dina sedih ketika melihat ibu terbaring dikasur rumah sakit, melihat banyaknya tusukan jarum suntik dibadan ibu. Begitu kuat ibu menahan rasa sakitnya.
“Dokter, apakah ibu akan sembuh dan baik-baik saja.”tanya Dina dengan menetaskan air mata.
“Kemungkinan ibu Dina untuk sembuh total sangat tipis.”
“Bagaimana mungkin dokter ibu sudah melakukan kemoterapi secara rutinkah?”
“Kemoterapi hanya membantu untuk meringankan rasa sakit tidak 100% bisa menyembuhkan.”
Dina keluar dan meninggalkan ruang dokter dengan perasaan sedih meneteskan air mata. Dina menelpon kakaknya pada siang itu kemudian memberitahu kondisi ibu saat ini, hati Dina benar-benar sakit dan terpukul. Bagaimana caranya untuk menjelaskan kepada Dianda tentang sakit ibu yang belum kunjung sembuh. Malam itu ibu diperbolehkan untuk pulang kerumah, Dina mengantarkan ibu sampai kamar. Dina masih terbawa dengan kesedihan ibu.
“Bagaimana dengan ibu?”kata Dani.
“Dina juga tidak tahu harus bagaimana kak.”
“Apakah ibu harus berobat diluar negeri saja, ini jalan yang terbaik untuk kesembuhan ibu? Nanti kakak yang mengurus semuanya begitupun harus menjelaskan kepada Dianda.”
Dina menyetujui keputusan kakaknya, beberapa hari kemudian Dina baru memberitahu kepada ibu untuk berobat diluar negeri. Awalnya ibu tidak menyetujui, tapi akhirnya ibu  menerima keputusan Dina dan Dani. Paginya Dina membereskan pakaian ibu yang akan dibawa setelah Dianda berangkat kesekolah. Dina dan Dani sengaja tidak memberitahu Dianda terlebih dahulu bahwa ibu akan pergi. Dani fikir akan lebih baik jika memberitahu Dianda setelah Dina dan ibu sampai di Singapura.
“Kakak, kenapa rumahnya sepi? Dimana kak Dina sama ibu?”
“Maaf ade, kak Dani lupa tadi belum beritahu ade bahwa kak Dina sama ibu sedang pergi ke Singapura, katanya ada urusan mendadak.”
“Kenapa tidak izin sama Dianda lebih dahulu pagi tadi? Nantikan Dianda juga bisa ikut.”
“Tadi kak Dina sama ibu itu buru-buru jadi tidak sempat ketemu Dianda. Kakak janji nanti menelpon ibu sama kak Dina, tapi Dianda harus nurut sama kakak.”
Dani mengetahui Dianda sangat kecewa dengan keadaan ini. Mungkin hari esok Dianda akan kembali tersenyum seperti pagi tadi. Malam itu Dani menghubungi Dina dan ibu. Sayangnya telepon Dina tidak terhubung, Dani berfikir untuk menghubunginya besok hari saja. Mungkin Dina sama ibu masih dalam perjalanan atau sudah sampai di Singapura. Keesokan harinya seperti biasa Dani mengantarkan Dianda kesekolah, Dianda masih kesal kepada kakaknya. Dianda tidak ingin berbicara kepada Dani.
“Dianda masih marah sama kakak.”
“(Dianda hanya diam dan membuang muka)”
         “Baiklah jika Dianda masih tidak menurut sama kakak, nanti kakak bilangin keibu yah.”
“Jangan kakak, nanti ibu marah sama Dianda. Kakak janji yah setelah pulang sekolah Dianda ingin menelpon ibu.”
Mungkin rasa kesal Dianda masih ada. Dani fikir jika sudah menelpon ibu pasti Dianda sudah riang lagi. Paginya setelah mengantarkan Dianda kesekolah, Dani langsung berangkat bekerja. Kemudian siang harinya Dani menjemput Dianda pulang, diperjalanan Dianda memaksa Dani untuk menghubungi ibu, tanpa ada penolakan Dani akhirnya menelpon Dina untuk berbicara dengan ibu. Kring kring kring suara telepon tersambung.
“Hallo kakak, ini Dianda dimana ibu. Dianda ingin bicara dengan ibu.”
“Hallo iya ade, ibu sedang istirahat bagaimana kalau nanti kakak saja yang telepon balik ke Dianda.”
“(Dianda tertunduk diam dan kesal dengan kakak Dina dan mematikan teleponnya)”
“Kenapa dimatikan ade, sudah bicara dengan ibu.”
“(tidak menjawab pertanyaan dari kakaknya)”
Ketika sampai dirumah Dianda berlari dan mengunci kamarnya. Dianda menangis dan terus menangis tanpa henti. Dianda hanya ingin bertemu dan bicara dengan ibu. Dani fikir untuk sementara waktu membiarkan Dianda menenangkan diri. Setidaknya esok atau nanti beberapa jam lagi pasti Dianda keluar kamar. Beberapa jam kemudian hingga malam hari ternyata Dianda mengurungkan diri dikamar. Dani merasa kebinggungan dengan sikap Dianda, hingga susah payah Dani lakukan untun membujuk Dianda akhirnya Dianda keluar dan mencoba untuk diajak bicara.
“Ade kenapa seperti ini, bukankah ade sudah janji mau menuruti kemauan kakak.”
“Maaf kakak Dianda salah. Tapi Dianda tidak suka untuk dibohongi, kenapa ibu pergi? untuk apa ibu pergi? apakah ada pekerjaan atau hal lain yang Dianda tidak boleh mengetahui? Jawab pertanyaan Dianda kakak.”
“(Dani hanya menatap Dianda dan terdiam)”
“Ada apa sebenarnya kakak dengan ibu?”
Dani tidak bisa memeberitahu Dianda saat itu. Dianda masih merasa kecewa bercampur marah. Dianda hanya ingin bersama ibu lagi seperti dahulu. Beberapa bulan kemudian Dina sudah tidak sering menghubungi Dani. Mungkin Dani kira Dina sedang sibuk  mengurusi keadaan ibu dirumah sakit wajar saja jika tidak menguhubungi lagi.
Bulan telah berganti Dianda yang masih duduk ditaman kanak-kanak sudah bisa menerima keputusan jika ibu sedang pergi bersama Dina. Bulan depan adalah acara kelulusan Dianda dari taman kanak-kanak. Dianda sedih jika ibu tidak bisa pulang menemui Dianda. Malam harinya Dianda duduk menonton televisi. Dani merasa jika hari ini adalah hari yang tepat untuk menceritakan semuanya tentang ibu. Setelah mendengar cerita dari kakaknya Dianda tidak percaya ibu sedang sakit. Dianda melihat selama ini ibu baik-baik saja.
 Dani terus bercerita tentang kondisi ibu sampai sekarang, Dianda begitu terpukul dan  sedih melihat ibu bahagia dan selalu tersenyum didepan Dianda tapi disisi lain ibu merasakan rasa sakit yang tak pernah Dianda rasakan. Air mata Dianda seketika menetes dan membasahi pipi lucunya. Dianda memaksa kepada kakanya untuk menyusul bertemu dengan ibu. Sebelum berangkat keesokan paginya Dani mendapat telepon dari Dina. Kring kring kring telepon berdering.
“Hallo kakak, ibu ibuu kak?”
“Ada apa dengan ibu?”
“Kondisi ibu saat ini kritis, ibu baru saja melewati koma bulan kemarin.”
“(terkejut mendengar kabar dari Dina). Kenapa ade tidak menghubungi kakak dari kemarin?”
“Maaf kakak, Dina tidak bisa meninggalkan ibu walaupun sebentar.”(suara Dina terdengar sedang menangis)
“Hari ini kakak sama Dianda menuju bandara, mungkin beberapa jam lagi sampai disana.”
Dani menutup telepon dan menuju bandara. Dianda tidak mengerti kenapa kakaknya terlihat panik seperti ini. Dianda berharap hari ini bisa bertemu ibu kembali seperti dulu. Dani dan Dianda dalam perjalanan pesawat terbang, entah hati Dani merasa gelisah dan khawatir dengan keadaan ibu sekarang. Dani beraharap besar agar Tuhan selalu menjaga ibu.
Beberapa lama kemudian tepat pukul tengah malam Dani dan Dianda baru sampai di Singapura. Dani dan Dianda melanjutkan perjalanan kerumah sakit. Tidak begitu jauh perjalanan menuju rumah sakit. Dani dan Dianda akhirnya sampai dan meencari keberadaan ruangan ibu dirawat. Dina melihat kakaknya dan Dianda menuju ruang ibu dirawat.
“Kakak dimana ibu, Dianda sudah tahu semua tentang keadaan ibu, bolehkah Dianda bertemu ibu?”
“Ibu sedang ditangani dokter, nanti Dianda bisa sepauasnya bertemu dengan ibu.”
“Tidak kakak, Dianda ingin bertemu ibu sekarang.(sambil menangis didepan ruangan ibu dirawat)
“Dianda cobalah mengerti untuk saat ini, kakak tahu Dianda ingin bertemu dengan ibu, tapi mengertilah sekarang ibu sedang diperiksa dokter, Dianda sabar dan tunggu saja sampai dokter selesai memeriksa ibu.”kata Dani hingga meneteskan air mata.

“(Dianda terdiam dan terus menangis memanggil ibu)”
Tidak lama kemudian dokter keluar dan memberitahu bahwa ibu dalam kondisi sangat kritis kemungkinan untuk hidup tidak akan ada harapan lagi kecuali mukjizat datang dari Tuhan. Dianda terus menangis dan menangis memanggil ibu, Dianda hanya ingin ibu sembuh dan kembali untuk Dianda seperti dahulu lagi. Suasana rumah sakit semakin hening dan hanya ada suara tangisan Dianda. Dokter mengizinkan untuk menemui ibu, Dianda berlari masuk menemui ibu.
“Ibuu ... ibuu.”(Dianda terus menangis dan memeluk tubuh ibunya yang sudah kurus sekali)
Dani dan Dina hanya terdiam disebelah ibunya melihat Dianda yang begitu lama tidak bertemu dengan ibu. Perasaan Dani dan Dina semakin sedih, melihat ibu tak sadarkan diri dan tidak merasakan kehadiran anak-anaknya. Dokter terus memeriksa denyut jantung ibu semakin menurun. Dani dan Dina berharap mukjizat Tuhan datang memeberikan kesempatan untuk ibu. Beberapa saat ibu membuka mata secara perlahan dan sadarkan diri. Dokter kembali memeriksa kondisi ibu. Tangisan Dianda sekejap berhenti dan mulai berbicara dengan ibu.
“Ibu ... Dianda disini, disamping ibu. Dianda ingin ibu sembuh.”
“Dianda sayang, ibu akan baik-baik saja. Jaga diri Dianda baik-baik, mungkin ibu tidak bisa melihat Dianda tumbuh dewasa tapi ingatlah sayang, ibu akan selalu disamping Dianda.”
“Apa yang ibu katakan, Dianda tidak ingin ibu pergi lagi, Dianda sangat menyayangi ibu.”(Dianda terus menangis)
Tidak begitu lama ketika ibu ingin mengucapkan kata terakhir untuk Dianda tiba-tiba semuanya terhenti begitu cepat., denyut jantung ibu berhenti, nafas ibu sudah tidak berfungsi lagi. Akhirnya malam itu ibu telah pergi, tuhan berkehendak lain. Tuhan yang mampu menjaga dan lebih menyayangi ibu. Dianda terus menangis dan memanggil ibu. Ketika ibu menutup mata, Dianda hanya melihat senyuman terindah dan terakhir dari ibu. Dani dan Dina merasakan untuk kedua kalinya kehilangan orang tua. Dianda memeluk erat tubuh ibu untuk terakhir kalinya dan mencium ibu. Dani dan Dina mencoba untuk mengikhlaskan ibu dan menguatkan hati Dianda. Semoga Tuhan menjaga dan memeberikan tempat terindah untuk ibu.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit, sed diam nonummy nibh euismod tincidunt ut laoreet dolore magna Veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat.

2 comments:

Contact Me

Cari Blog Ini

Link list

Mengenal Tokoh Ulama

Mengenal Sosok Mbah Kiai Abuya Dimyati

Alangkah ruginya kita apalagi kalangan kaum santri apabila tidak mengenal ulama ini. Ulama yang terkenal memiliki kharismatik dan namanya...

Pengikut

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Halaman

Adress/Street

Jalan H.R Boenyamin Gg Gunung Sumbing No 13. A Pabuaran Purwokerto Utara

Phone number

********

Website

www.alaminkominfo.blogspot.com