Jugun ianfu
Perempuan-Perempuan yang di-Bangkai-kan
karya @Mega_Kata
SATU jam terlewat, diri ini masih betah duduk didepan cermin usang. Memandang lekat wajah, pundak, serta bagian tubuh lain yang masih mampu untukku pandang. Sesekali mengusap lenganku turun hingga bagian dada dengan perlahan, sambil merasakan sensasi luar biasa yang membuat sesak hingga mendorongku untuk kembali menangis. Ternyata berpuluh-puluh tahun luka itu masih belum tuntas, luka yang memperkenalkanku dengan kejamnya rutinitas biadab para lelaki yang memakai tubuh perempuan dengan paksaan1. Diusia yang masih menginjak 9 tahun, aku sudah di perkenalkan dengan perang mental yang menyeretku pada deretan perempuan-perempuan tawananan penjajah. Diusia kanak-kanak, aku memandang beribu ekpresi wajah saat itu, membuatku mengingat bahwa ketakutan di wajah kami adalah bukti ketidakbaikan batin yang kami rasakan.
“ kau tahu, kita akan menjadi seperti apa setelah ini? ” Ucapku pada seorang perempuan yang duduk disebelah kananku. Dia menatap kosong arah di depannya, usianya yang mungkin saat itu 8 tahun lebih besar dariku. Sudut bibirnya tak terangkat sama sekali, bibir tebalnya tak semerah bibir anak SMP sekarang dengan gincunya.
“kehidupan yang tak layak di pertahankan “ucapnya pelan, mirisnya. Aku tak paham maksud dari perkataan perempuan sebelah kananku saat itu. Kini aku berganti menatap perempuan disebelah kiriku. Perempuan yang terlihat cantik dengan mata bulat dan hidungnya yang mencung, belum lagi bentuk tubuhnya yang bisa dikatakan layak sebagai modelling untuk zaman sekarang. Sayangnya, lagi-lagi tak terangkat sedikitpun sudut bibir miliknya.
“ Apa yang akan mereka lakukan pada kita? “ pertanyaan kecil yang terbawa sejak aku diseret oleh para tentara yang menggunakna bahasa asing. Aku tak paham apa maksud mereka membawaku disaa aku sedang bersawah bersama Bapak.
“ Menjadikan diri kita bangkai hidup! “
“ Menjadikan diri kita bangkai hidup! “
“ Menjadikan diri kita bangkai hidup! “
Perkataan itu terkadang membuatku kadang merasa iri, menatap usia 9 tahun anak sekarang sedang asik bermain ke mall, atau berlibur dengan keluarga mereka. Itu tak berlaku pada 9 tahun usiaku saat itu. Aku menegang saat seseorang yang menggunakan pakaian tentara menarikku kedalam sebuah ruangan apik. Pantaskan aku sebut itu ruangan apik? Karena suara erangan kesakitan dan tangisan yang berkali-kali ku keluarkan membuatku merasakan bahwa inilah Jahanamnya dunia! Kesakitan luar biasa serta ketakutan yang bahkan membuatku hanya terkulai lemas dalam kurungan para biadab yang tak kutahu omongannya. Bukan candaan seperti diusia 9 tahun anak zaman sekarang, bukan juga tangisan karena hal sepele seperti jatuh dari sepeda. Ini adalah kejatuhan hidup pertama yang membuatku merasakan matinya kehidupan remajaku selanjutnya. Aku rusak! Aku cacat dibawah puluhan orang yang berkali-kali merobek kehormataanku sebagai perempuan.
Berkali-kali aku menangis meminta di pulangkan, berkali-kali juga aku merasakan sakit oleh paksaan kebiadaaban mereka. Tuhan sebenarnya dimana engkau saat itu? Diantara berpuluh-puluh perempuan aku bahkan tak mampu melihat kuasamu menolong kami. Dosa besar apa yang nenek moyang kami lakukan hingga kami menerima resikonya? Aku selalu bertanya pada kehancuran hidupku. Ku pikir, tuhan akan membawa kabar baik ketika aku sudah dibuang oleh mereka. Kenyataanya aku kembali tertampar dengan penyakit aneh yang menyerang kemaluanku, aku tak tahu mengapa keadaanya terlihat membusuk dan sakit yang teramat dalam. Belum lagi, masyarakat yang mulai megucilkanku. Aku lelah menghadapi kenyataan hidup sebagai bangkai seperti ini! Aku menjadi perempuan yang tak layak lagi menyandang status perempuan. Ketakutan yang kupendam serta seluruh kenangan buruk selama ku menjadi ianfu membuatku seakan pantas menyandang status sebagai perempuan bangkai.
Perempuan-perempuan yang tak dilihat lagi tangisnya, yang terbungkam dengan ketakutan serta ketidakberdayaan mereka pada masanya. Menjadi simbol keterasingan di wilayahnya, yang terpaksa menjadi bangkai untuk menutupi aib terbesar di keluarga dan diri kami.
sreeek....
“ Tak usah memikirkan masa lalumu lagi Maria “
aku tersentak dari lamunanku. Ketika sebuah tangan halus yang mulai keriput menyentuh bahu kananku. Tangan-tangan yang membuatku mengerti bahwa masih ada hamba Tuhan yang mau menerima bangkai seperti diriku. Sebuah tangan yang meminangku atas dasar sepercik Kuasa Tuhan kala itu. Seorang jurnalis masa penjajahan, yang sama-sama terbungkam oleh sejarah perang kemanusiaan. Dan kini 88 tahun usia senja kami, hanya mampu sesekali meratapi kisah sejarah menyedihkan di bumi pertiwi.
1 Jugun Ianfu adalah kejahatan perang pada masa PD II yang melibatkan kasus perbudakan seks di beberapa negara jajahan secara terpaksa. Jugun Ianfu sendiri terjadi di Indonesia pada masa kolonial penjajahan Jepang. Perbudakan seks yang membungkam para korbannya selama bertahun-tahun karena trauma, rasa malu serta ketakutan bagi para ex-Ianfu, membuat berita ini tersembunyi hingga bertahun-tahun. Sampai salah satu wanita Korea yang juga merupakan korban Jugun Ianfu mengungkapkan kebiadaban penjajah Jepang dalam kasus perbudakan seks. Hal itu akhirnya memacu beberapa korban Jugun Ianfu yang ada di berbagai negar ajuga mengungkapkan kesaksiannya terhadap perilaku Jepang pada masa PD II. Namun di Indonesia sampai saat ini, tidak menindaklanjuti kejadian tersebut.padahal, menurut beberapa kesaksian ex-Jugun Ianfu di Indonesia, mereka hanya mengharapkan keadilan batin selama bertahun-tahun dan juga permintaan maaf dari pihak Jepang. Sayangnya, sampai saat ini Jugun Ianfu menjadi sejarah yang terlupakan baik bagi Indonesia maupun bagi Jepang sendiri.
0 comments:
Posting Komentar